Sukses Terbesar Dalam Hidupku
Oleh: Yahya Eko Nopiyanto
Bismillahhirrohmanirrohim, ya Allah berikan aku kekuatan, kemudahan, jalan,
petunjuk supaya bisa melanjutkan pendidikan dan berikanlah hamba beasiswa. Aminn. Itulah untaian do’a yang selalu
saya panjatkan. Kemiskinan berdampak pada kehidupan saya dan mengajarkan
tentang nilai kehidupan seperti ketabahan, semangat juang untuk menjalani hidup
dan belajar tentang rasa syukur kepada Tuhan. Saya sangat mencintai orang tua
dan ingin membahagiakan mereka dengan menempuh pendidikan setinggi mungkin.
Saya akan selalu berusaha sampai tidak
mampu lagi untuk berusaha.
Do’a yang selama ini saya panjatkan kepada Tuhan dijawab oleh-Nya. Pada tahun
2012 disaat kedua orang tua sedang sakit ditambah lagi dengan adanya
pengeringan irigasi yang dilakukan pemerintah daerah, maka selama dua bulan
orang tua tidak mengirim uang dan Tuhan memberikan pertolongan melalui beasiswa
Perusahaan Gas Negara. Uang beasiswa saya gunakan untuk keperluan selama
menempuh pendidikan sarjana. Perjuangan yang tidak mudah untuk menyelesaikan
pendidikan sarjana, banyak tetesan air keringat dan tetesan air mata dalam menghadapi segala
cobaan. Saya berhasil menyelesaikan pendidikan dan mendapatkan gelar sarjana
dalam waktu tiga tahun sembilan bulan dengan predikat Cum Laude dan mendapatkan
penghargaan dengan nilai tertinggi di Program Studi Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan, Universitas Sriwijaya.
Prestasi yang saya dapatkan pada jenjang pendidikan
sarjana menambah motivasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang magister.
Banyak orang yang tidak mendukung cita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang magister, karena saya bukan anak orang kaya. Di dalam ketidakpastian
saya selalu berdoa kepada Tuhan untuk memberikan jalan dan petunjuk. Pada bulan November 2014 mendapatkan
informasi tentang beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dari
seorang teman dan segera mendaftarkan diri. Dua bulan masa penantian akhirnya
pengumuman seleksi berkas diumumkan oleh LPDP. Saya memutuskan untuk mengikuti
seleksi wawancara dan Leaderless Group
Discussion (LGD) di Jakarta.
Tempat wawancara dan LGD di Student Center Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara (STAN), Jalan bintaro utama sektor V, Banten tanggal 9-10 Februari 2015.
Selama mengikuti seleksi wawancara dan LGD, saya tinggal di Tangerang Selatan
dan harus menempuh dua jam perjalanan untuk sampai ke tempat wawancara dan LGD.
Berangkat dari Tangerang Selatan pukul 05.00 WIB dan saat itu sedang hujan
lebat dan terjadi banjir di beberapa daerah. Setelah sampai di tempat wawancara
saya bergabung dengan teman-teman baru yang sebelumnya belum pernah bertemu.
Sambil menunggu antrian untuk wawancara dan LGD saya berdiskusi bersama Randi,
Somadi, Firdaus.
Setelah menunggu beberapa jam tiba
saatnya untuk melakukan LGD. Pada waktu itu saya dan teman-teman satu kelompok
mendapatkan materi diskusi tentang hukuman mati bagi koruptor. Kami mengambil
peran masing-masing. Ada yang berperan sebagai akademisi, pemerintah, aktivis
dan lain-lain. Meskipun saat itu kami baru pertama kali bertemu, diskusi
berjalan dengan hangat dan lancar. Semua teman-teman menjalankan peran
masing-masing dan memberikan pandangan sesuai dengan peran yang sedang
dijalankan. Waktu kurang lebih tiga puluh menit berlalu begitu saja karena kami
menikmati jalannya diskusi.
LGD sudah dilaksanakan dan dilanjutkan wawancara pada
pukul 15.30. Ini pertama kali bagi saya mengikuti seleksi wawancara. Begitu
banyak perasaan yang dirasakan antara cemas, grogi dan percaya diri. Tanpa ada
kepastian saya tetap mengikuti seleksi wawancara dengan percaya diri dan rendah
hati. Ada hal yang menarik yang tidak akan pernah saya lupakan pada saat itu.
Semua pewawancara tertawa karena melihat CV saya. CV saya sangat sederhana dan
berbeda dengan peserta yang lain. Nilai toefl hanya 400 dan tidak aktif dalam
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi kemasyarakatan. Dari tiga
organisasi yang saya ikuti selama
menjadi pelajar dan mahasiswa yaitu pencak silat, ikatan remaja masjid dan
himpunan mahasiswa penjaskes. Dari ketiga organisasi tersebut saya hanya
sebagai anggota. Itulah yang membuat ketiga pewawancara saya tertawa. Beberapa
pertanyaan yang diajukan saya jawab dengan logis dan sederhana diantaranya adalah
“Apakah kamu yakin mendapatkan beasiswa ini?. Saya jawab tidak yakin karena
banyak orang di luar sana yang mempunyai prestasi luar biasa dibandingkan saya
dan mereka lebih berhak untuk mendapatkan beasiswa ini. “Berapa nilai toefl
kamu?. Saya menjawab nilai toefl 400 dan didapat setelah mengikuti sebanyak
delapan kali tes. Mendengar jawaban ini beliau bertiga tertawa lagi. Lantas
melanjutkan pertanyaan “Bagaimana kamu bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang
magister dengan nilai 400?. Saya menjawab dengan optimis dan rendah hati, akan
belajar lebih giat lagi tentang toefl. Pada saat melaksanakan wawancara saya
menangis karena beliau menanyakan tentang hal yang terberat dan tersulit dalam
hidupku. Beliau juga bertanya apa mimpi terbesar kamu?. Saya jawab ingin
menjadi dosen. Beliau bertanya lagi mimpi yang lebih besar?, saya jawab ingin
menjadi dosen. Karena belum puas dengan jawaban yang saya berikan. Beliau
bertanya lagi mimpi yang lebih besar?. Beliau bertanya tiga kali, antara grogi
dan percaya diri saya menjawab ingin menjadi menteri pemuda dan olahraga.
Mendengar jawaban tersebut beliau tertawa lagi lalu berkata kepada rekannya,
kenapa dari tadi semua anak ingin menjadi menteri. Pertanyaan berikutnya yang
saya ingat adalah “ Bagaimana seandainya kamu gagal mendapatkan beasiswa ini?.
Jawaban saya adalah terima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk mengikuti seleksi beasiswa ini, terima kasih kepada kedua
orang tua yang telah mendukung cita-cita saya, terima kasih kepada LPDP yang
telah memberikan kesempatan untuk mengikuti proses seleksi beasiswa ini. Tugas
sebagai manusia hanya berusaha dan berdoa, urusan hasil sepenuhnya saya
serahkan kepada Tuhan. Saya punya dua tangan dan dua kaki, saya punya kemampuan
dari hasil pendidikan sarjana, untuk itu saya tetap akan berusaha melanjutkan
pendidikan magister dengan atau tanpa beasiswa. Itulah beberapa pertanyaan yang
saya ingat selama proses wawancara dan tiga puluh menit waktu untuk wawancara
dapat terlewati begitu saja.
Beberapa bulan setelah seleksi
wawancara dan LGD, LPDP mengumumkan hasilnya. Alhamdulilah, saya dinyatakan lulus dan berhak untuk mengikuti
program pengayaan bahasa di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Tanpa
ada rencana sebelumnya, kembali bertemu dengan Randi, Somadi dan Firdaus di UGM
dan kami satu program pengayaan bahasa. Mengikuti program bahasa selama tiga
bulan merupakan hal yang luar biasa. Saya kembali bertemu dengan orang-orang
yang berprestasi yang berasal dari seluruh Indonesia. Setelah mengikuti program
pengayaan, saya merasa malu karena belum bisa memberikan hasil yang terbaik dan
gagal untuk mendapatkan nilai sesuai harapan LPDP.
Meskipun gagal untuk mendapatkan
nilai toefl, saya tetap semangat untuk belajar dan melanjutkan pendidikan di Universitas
Negeri Yogyakarta. Mendapatkan amanah baru untuk menjadi bagian dari UNY
merupakan sesuatu yang sangat berharga. Di sini saya mendapatkan teman baru yang
selama dua tahun ke depan akan bersama-sama menempuh pendidikan magister ilmu
keolahragaan. Menjalani proses perkuliahan dan mendapatkan tugas-tugas pra
Program Keberangkatan (PK) merupakan sebuah tantangan. Pengaturan waktu sangat
diperlukan karena harus membagi waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas
perkuliahan dan tugas-tugas pra PK.
Selama mengikuti pra PK saya
mendapatkan pengalaman penting yaitu, komunikasi dan kerjasama. Banyak
menghabiskan waktu untuk saling berkomunikasi dan bekerjasama melalui handphone untuk mengerjakan tugas-tugas
pra PK dan mempersiapkan segala sesuatu untuk pelaksanaan PK. Alhamdulilah, semuanya berjalan lancar
dan tibalah saatnya untuk mengikuti PK di Depok pada tanggal 19-24 Oktober.
Beberapa bulan kami saling berkomunikasi dan bekerjasama melalui handphone tetapi pada tanggal tersebut
kami dipertemukan dalam satu ruangan. Kegiatan PK tidak akan pernah terlupakan
karena untuk pertama kalinya saya hanya tidur dua jam dalam sehari dan
perjuangan yang luar biasa untuk melawan rasa kantuk ketika ada materi di
ruangan. Perjuangan untuk mengikuti kegiatan PK akhirnya terbayar dengan sukses
dan lancarnya kegiatan tersebut. Suksesnya mengikuti PK meresmikan sebagai penerima beasiswa LPDP. Mendapatkan
beasiswa LPDP dan menjadi mahasiswa magister ilmu keolahragaan di UNY merupakan
sukses terbesar dalam hidupku untuk saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar