TEORI HULL
(Implementasi Teori Hull Terhadap Pembelajaran
Pendidikan Jasmani)
Eko Nopiyanto, Yahya
PPs UNY, Universitas Negeri Yogyakarta
Abstrak
Makalah
ini mempunyai tujuan untuk mengetahui implementasi teori Hull terhadap
pembelajaran pendidikan jasmani. Makalah ini disusun berdasarkan beberapa buku
referensi maupun media elektronik khususnya internet. Teori mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Teori Hull adalah teori yang menggunakan
stimulus-respon, kebiasaan, dorongan, motivasi insentif (incentive motivation), penguatan, dan reward.
Kelebihan
teori Hull adalah postulat-postulatnya bisa digunakan untuk
menghitung secara teliti suatu variabel dengan variabel lainnya. Sedangkan
kekurangannya adalah diantaranya -0,0305 dalam persamaan untuk kekuatan
kebiasaan, secara umum didasarkan atas hasil eksperimen tunggal. Hull mempunyai
pendapat bahwa mungkin nilai angka dalam persamaan ini berbeda dari setiap
individu.
Pendidikan jasmani merupakan
pendidikan yang menggabungkan seluruh aspek kognitif, psikomotor dan afektif
melalui sarana jasmani. Pendidikan jasmani mempunyai sepuluh prinsip.
Pendidikan jasmani memiliki nilai yang lengkap yaitu nilai intelektual, neouromuscular,
sosial budaya, dan keindahan gerak tubuh melalui kativitas tertentu. Tujuan
pendidikan jasmani adalah kesegaran jasmani, yang utama adalah manusia,
kebutuhan emosi, perasaan emosional, kesegaran sosial, pengembangan
intelektual, persiapan kebutuhan untuk masa depan, pengembangan motor skill,
perlindungan terhadap kesehatan mahasiswa. Berdasarkan penjelasan di atas maka
teori Hull dapat di implementasikan pada proses pembelajaran pendidikan
jasmani.
Kata
kunci: teori Hull, implementasi dalam penjas.
1.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dunia pendidikan erat kaitannya dengan teori
pembelajaran karena teori merupakan hasil pemikiran dan penelitian dari para
ahli. Dengan adanya suatu teori dapat membimbing kita untuk mengidentifikasi
masalah, merumuskan masalah lalu mencoba untuk menyelesaikan masalah dengan
cara logis dan empiris. Salah satu ahli yang berkontribusi dalam dunia
pendidikan adalah Hull. Dalam konsepnya banyak menggunakan postulat-postulat
untuk membentuk teori. Postulat-postulatnya merupakan pendapat mengenai
berbagai sudut perilaku. Setelah postulat ditetapkan maka terbentuk teorema
yang harus dibuktikan melalui cara berpikir logis yang dikombinasikan dengan
postulat lainnya.
Teori Hull dapat diterapkan dalam dunia pendidikan,
sebagai contoh seorang guru mempunyai siswa IQ tinggi, tinggi badan yang ideal
dan mempunyai keterampilan dasar olahraga yang baik tetapi dalam pengambilan
nilai disetiap ujian nilainya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dari kasus
ini guru dapat menerapkan cara pandang yang digunakan oleh Hull yaitu
menetapkan postulat-postulat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Misal
guru mempunyai postulat terhadap siswanya yaitu takut akan kompetisi yang
dihadapi sehingga membuat dirinya semakin tertekan. Guru dapat melakukan
eksperimen untuk membuktikan postulat yang ditetapkan. Jika setiap eksperimen siswa
melakukan seperti yang telah diprediksi maka penilaian guru terhadap siswa tersebut
tepat.
Dalam makalah ini penulis ingin membahas tentang
implikasi dari teori Hull terhadap Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Alasan
penulis ingin membahas tentang implikasi ini adalah ingin mengetahui bagaimana
implikasi teori Hull dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Bagaimana
penjelasan mengenai teori Hull?
2. Apa
yang menjadi kekuatan dan kelemahan sistem Hull?
3. Apa
pengertian dan prinsip-prinsip pendidikan jasmani?
4. Apa
nilai-nilai pendidikan jasmani dan kesehatan?
5. Tujuan
pendidikan jasmani?
6. Bagaimana
implikasi teori pembelajaran Hull dengan pendidikan jasmani?
1.3
Tujuan Pembuatan Makalah
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui:
1. Penjelasan
teori Hull.
2. Kekuatan
dan kelemahan sistem Hull.
3. Pengertian
dan prinsip-prinsip pendidikan jasmani.
4. Nilai-
nilai pendidikan jasmani.
5. Tujuan
pendidikan jasmani.
6. Implikasi
teori pembelajaran Hull dengan pendidikan jasmani dan kesehatan.
2.
Pembahasan
2.1
Penjelasan
teori Hull
Hull membuat
postulat-postulat dalam teorinya dan bereksperimen untuk membuktikan postulat
tersebut. Hull mengembangkan sebuah sistem untuk memprediksi variabel-variabel dependen
dan independen. Hull membuat variabel-variabel perantaranya menjadi skema
prediksi empat tahap ( Theories of
Learning, 2011:79). Tahap pertama terdiri dari variabel independen sebagai
titik tolak prediksi, tahap kedua dan ketiga terdiri dari variabel perantara
sebagai penghubung, tahap keempat terdiri dari variabel-variabel yang akan
diprediksi.
Varibel-variabel
independen adalah segala bentuk yang bisa langsung dimanipulasi oleh seorang
penguji. Sebagian variabel independen mengacu pada stimulasi yang diterima
subjek pada suatu ketika, seperti jumlah waktu yang diperlukan subjek untuk
mempelajari respon sebelumnya atau kadar imbalan yang terakhir di terima
melalui respon tersebut.
Tahap analisis yang
kedua adalah memunculkan variabel-variabel perantara. Ini merupakan keadaan
hipotesis organisme yang tidak bisa diamati namun hanya dianggap dikontrol oleh
variabel-variabel independen. Dua yang paling menonjol adalah kekuatan
kebiasaan dan dorongan. Kekuatan kebiasaan (habit
strenght) adalah kekuatan hubungan yang dipelajari antara satu atau
beberapa indikator dan sebuah respon. Dorongan (drive) keadaan yang mengaktivasi organisme.
Kekuatan
kebiasaan merupakan kekuatan koneksi yang menghubungkan suatu stimulus dengan
suatu respon. Kekuatan kebiasaan disingkat S
H R
(diucapkan
SHR), H berarti kebiasaan (habit) dan
huruf S berarti stimulus dan R respon yang dihubungkan dengan kebiasaan. Kebiasaan
merupakan hubungan permanen, bisa meningkat tetapi tidak menurun kekuatannya. Semua
pelajaran jangka panjang membentuk dan dapat menguatkan kebiasaan. Setiap kali
muncul suatu respon dengan adanya stimulus dan dengan cepat diikuti oleh
penguatan, maka kekuatan kebiasaan pada koneksi stimulus- respon juga meningkat. Hull juga mengatakan
semua penguatan mengakibatkan berkurangnya kekuatan sebuah dorongan.
Dorongan adalah keadaan
sementara pada organisme, yang dihasilkan oleh tidak adanya sesuatu yang
dibutuhkan tubuh atau oleh adanya stimulasi yang menyakitkan. Dorongan memiliki
dua fungsi yang berbeda. Pada satu sisi, setiap kondisi dorongan seperti lapar
atau haus akan berfungsi menghasilkan stimulus dorongan yang kuat dan khas.
Stimulus ini menunjukkan bahwa kebutuhan tertentu akan menyebabkan tubuh
menderita. Fungsi dorongan yang kedua untuk mengaktivasi. Semua kondisi
dorongan bergabung membentuk level dorongan total pada organisme.
Lebih lanjut Hull menyatakan
bahwa kadar imbalan sebagai satu aspek penguat (Theories of Learning, 2011:82). Semakin besar imbalan yang akan
diterima maka seseoarang akan bekerja keras. Namun dalam perkembangannya teori
ini terbukti kurang memuaskan. Eksperimen-eksperimen menunjukkan bahwa
perubahan kadar imbalan akan menghasilkan perubahan cepat pada level kinerja,
lebih cepat jika dibandingkan dengan lambatnya pertumbuhan kekuatan kebiasaan. Pada
teori berikutnya selain kekuatan kebiasaan dan dorongan, ia menambahkan
motivasi insentif (incentive motivation,
disingkat K). Besarnya imbalan dalam teori baru hanya mempengaruhi K, bukan
kekuatan kebiasaan. Ketika imbalan ditingkatkan maka K meningkat dan ketika
imbalan diturunkan, K juga menurun. Sebagai contoh untuk meningkatkan
produktivitas karyawan kita menawarkan bayaran yang lebih banyak dari produk
yang dihasilkan ( menaikan K), perlu waktu lama untuk meningkatkan
produktivitas mereka bila kita melatih untuk menguasai metode kerja yang labih
baik (menaikan kekuatan kebiasaan).
Tiga variabel perantara
: S
H R,
D,
K bersama-sama menghasilkan variabel perantaran lainnya, yang menjadi analisis
tahap ketiga. Variabel perantara ini disebut potensi eksitatoris (excitatory potential) dan menunjuk
kecenderungan total untuk membuat respon tertentu terhadap stimulus tertentu.
Potensi eksitoris disingkat S E R , yang berlaku sesuai
dengan prinsip S H R . Potensi eksitatoris sama dengan
yang dihasilkan oleh ketiga variabel perantara lainnya: S E R = S H R x D x K.
Persamaan ini mengandung arti bahwa kecenderungan untuk membuat respon tertentu
terhadap stimulus tertentu bergantung pada kebiasaan yang dibangun melalui
praktik yang dikuatkan (S H R ) dan juga pada faktor
motivasi, satu berupa keadaan internal dan eksternal (K).
Tahap keempat dalam
analisis Hull terdiri atas variabel-variabel dependen yang dapat diukur dan
diamati. Hull menghubungkan tiga diantara variabel ini dengan potensi
eksitatoris (S E R ): (1) amplitudo atau kadar respon (2)
kecepatan respon dan (3) jumlah total respon yang akan terjadi setelah
penguatan dihilangkan dan sebelum ekstingsi selesai. Setelah membagi empat konsep
sederhana Hull mengajukan 16 postulat (teori belajar leonard Hull, http://psikologibelajarhull.blogspot.co.id,
diposkan 2nd
February 2012 oleh wasy wh
diakses 14 september 2015). Berikut adalah 16 postulat yang diajukan.
1. Tanda-tanda luar yang mendorong atau membimbing tingkah laku dan
representasi neuralnya atau saraf.
Postulat 1: Impuls saraf afferent dan bekas lanjutannya. Jika
suatu perangsang mengenai reseptor, maka timbullah impuls saraf afferent dengan
cepat mencapai puncak intensitasnya dan kemudian berkurang secara
berangsur-angsur. Sesaat saraf afferent berisi impuls dan diteruskan kepada
saraf sentral dalam beberapa detik dan seterusnya timbul respon. S-R diubah
menjadi S-s-R atau S-s-r-R. Simbol s adalah impuls atau stimulus trace dalam
saraf sensoris, dan simbol r adalah impuls respon yang masih dalam saraf
afferent.
Postulat 2: Interaksi saraf afferent.
Impuls dalam suatu saraf afferent dapat diteruskan ke satu atau lebih
saraf afferent lainnya. R timbul tidak hanya karena satu stimulus, tetapi lebih
dari satu S yang lalu terjadi kombinasi berbagai stimulus. Rumusnya akan
berubah menjadi S-r-R.
2. Respon terhadap kebutuhan, hadiah dan kekuatan
kebiasaan.
Postulat 3: Respon-respon bawaan terhadap kebutuhan (tingkah laku yang
tidak dipelajari).
Sejak lahir organisme mempunyai hierarki respon penentu kebutuhannya
yang timbul karena ada rangsangan-rangsangan dan dorongan. Respon terhadap
kebutuhan tertentu bukan merupakan respon pilihan secara random, tetapi respon
yang memang ditentukan oleh kebutuhannya, misalnya mata kena debu maka secara
otomatis mata berkedip dan keluar air mata. Jika pola respons bawaan pertama tidak
memenuhi kebutuhan, maka akan muncul pola lainnya. Jika tidak ada satupun
pola-pola perilaku bawaan itu yang efektif dalam memenuhi kebutuhan, maka
organisme harus mempelajari pola respons baru.
Postulat 4: Hadiah dan kekuatan kebiasaan; kontiguitas dan reduksi
dorongan sebagai kondisi-kondisi untuk belajar.
Kekuatan kebiasaan akan bertambah jika kegiatan-kegiatan reseptor dan
efektor terjadi dalam persamaan waktu yang menyebabkan hubungan kontiguitif
dengan hadiah pertama dan hadiah kedua. Jika satu stimulus diikuti dengan satu
respons yang kemudian diikuti dengan penguatan, maka asosiasi antara stimulus
dan respons itu akan semakin kuat yang disebut dengan habit strength (kekuatan
kebiasaan) [SHR]. Rumusan matematis yang mendeskripsikan
hubungan antara SHR dan jumlah pasangan S dan R
yang diperkuat adalah :
SHR = 1 – 10 -0.0305N
N adalah jumlah pemasangan antara S dan R yag diperkuat. Rumusan ini
menghasilkan kurva belajar yang terakselerasi secara negatif, yang berarti
bahwa pasangan yang lebih dahulu diperkuat memiliki lebih banyak efek terhadap
belajar ketimbang pasangan selanjutnya.
3. Stimulus pengganti
(ekuaivalen)
Postulat 5: Generalisasi (penyamarataan).
Kekuatan kebiasaan yang efektif timbul karena stimulus lain daripada
stimulus pertama yang menjadi persyaratan bergantung kepada penindakan stimulus
kedua dari yang pertama dalam kesatuan yang terus menerus dari ambang
perbedaan, dengan kata lain yang ingin dibentuk merupakan hasil rata-rata
persyaratan stimulus berikutnya. Generalisasi stimulus ini juga mengindikasikan
bahwa pengalaman sebelumnya akan mempengaruhi proses belajar yang sekarang.
Hull menyebutnya sebagai generalized habit strength (kekuatan kebiasaan
yang digeneralisasikan).
4. Dorongan-dorongan
sebagai akitivator respon.
Postulat 6: Stimulus dorongan.
Hubungan dengan tiap-tiap dorongan adalah stimulus dorongan
karakteristik yang intensitasnya meningkat dengan kekuatan dorongan. Contohnya
bibir dan tenggorokan kering yang mengiringi dorongan haus.
Postulat 7: Potensi reaksi yang ditimbulkan oleh dorongan.
Kekuatan kebiasaan disintesiskan kedalam potensi reaksi dengan
dorongan-dorongan primer yang timbul pada saat tertentu. Rumusannya adalah :
Potensi reaksi = SER = SHR x
D
Jadi, potensi reaksi adalah fungsi dari seberapa sering respons
diperkuat dalam situasi itu dan sejauh mana dorongannya ada.
5. Faktor-faktor yang
melawan respon-respon.
Postulat 8: Pengekangan reaksi
Respon memerlukan kerja, dan kerja menyebabkan keletihan yang pada
akhirnya akan menghambat respons. Reactive inhibiton (hambatan reaktif)
[IR] disebabkan kelelahan, tetapi secara otomatis akan hilang jika
organisme berhenti beraktivitas.
Timbulnya suatu reaksi menyebabkan pengekangan reaksi yang lain. Suatu
kejemuan untuk mengulangi respon. Pengekangan reaksi adalah penghamburan waktu
yang spontan.
Postulat 9: Pengekangan yang dikondisikan (diisyaratkan).
Stimuli yang dihubungkan dengan penghentian respon menjadi pengekangan
yang dikondisikan. Respon untuk tidak merespon dinamakan conditioned
inhibition (SIR) (hambatan yang dikondisikan). Baik
itu IR maupun SIR beroperasi
melawan munculnya respons yang telah dipelajari dan karenanya merupakan
pengurangan dari potensi reaksi (SER). Ketika IR dan SIR dikurangkan
dari SER, hasilnya adalah potensi reaksi efektif (SER).
Potensi reaksi efektif = SER = SHR x
D – (IR+ SIR)
Postulat 10: Osilasi pengekangan.
Potensial pengekangan dihubungkan dengan potensial reaksi yang
bergoyang terus menerus pada waktu itu. Potensi penghambat itu dinamakan efek
guncangan (SOR) yang membahas sifat probabilistik dan
prediksi perilaku.
Potensi reaksi efektif sementara = SER =
(SHR x D – [IR + SIR])
- SOR
6. Bangkitnya respon.
Postulat 11: Reaksi ambang perangsang.
Potensi reaksi efektif yang momentum harus melampaui reaksi ambang
perangsang sebelum stimulus membangkitkan reaksi.
Postulat 12: Kemungkinan reaksi diatas ambang perangsang.
Kemungkinan respon adalah fungsi normal dari potensi reaksi efektif
melampaui reaksi ambang perangsang.
Postulat 13: Latensi (keadaan diam atau berhenti).
Latensi [STR] adalah waktu
antara presentasi stimulus ke organisme dan respon yang dipelajarinya. Makin
potensi reaksi efektif melampaui reaksi ambang perangsang makin pendek latensi
respon, artinya respon makin cepat timbul.
Postulat 14: Hambatan berhenti (ekstingsi).
Makin besar potensi reaksi efektif, makin besar respon yang timbul
tanpa perkuatan, sebelum berhenti atau ekstingsi.
Postulat 15: Amplitudo respon (besarnya respon).
Besarnya dorongan dilantari atau disebabkan oleh peningkatan kekuatan
potensi efektif reaksi dalam sistem saraf otonom.
Postulat 16: Respon-respon yang bertentangan.
Jika potensi-potensi reaksi kepada dua atau lebih respon-respon yang
bertentangan terjadi dalam organisme pada waktu yang sama, maka hanya reaksi
yang mempunyai potensi reaksi yang lebih besar akan terjadi responnya.
Miller dan Dollard (1941
dalam darikuntukbk.blogspot.co.id/2012.04/teori pembelajaran- clark hull)
meringkas aplikasi teori Hull untuk pendidikan sebagai berikut: Drive :
pembelajar harus menginginkan sesuatu, Cue: pembelajar harus
memperhatikan sesuatu, Response: pembelajar harus melakukan sesuatu, Reinforcement:
respon pembelajar harus membuatnya mendapatkan sesuatu.
2.2
Kelebihan dan Kekurangan Teori Hull
Setiap teori yang
dikonsep oleh para ahli memiliki kelebihan dan kekurangan. Hull berpandangan
bahwa teorinya memilki arti penting bukan terutama karena variabel-variabel
perantara yang termuat di dalamnya melainkan karena segi penghitungannya yang
bersifat akurat dan pasti (Winfred F. Hill, 2011:87). Postulat-postulatnya bisa
digunakan untuk menghitung secara teliti suatu variabel dengan variabel
lainnya. Contoh, postulat mengenai pembentukan kebiasaan memuat persamaan S
H R = 1-10-0.0305N , N adalah jumlah total penguatan.
Dengan persamaan ini bisa mengetahui secara pasti level kekuatan kebiasaan
untuk jumlah penguatan tertentu.Terdapat kekurangan dalam teori ini diantaranya
-0,0305 dalam persamaan untuk kekuatan kebiasaan, secara umum didasarkan atas
hasil eksperimen tunggal. Hull mempunyai pendapat bahwa mungkin nilai angka
dalam persamaan ini berbeda dari setiap individu. Selain itu, ketika Hull
menurunkan teorema-teorema dari pustulat-postulatnya, dalam persamaannya
terkadang ia menggunakan nilai berbeda dari yang diberikan dalam postulat.
Diandaikan kita ingin mengetahui berapa banyak
percobaan lebih lanjut tanpa penguatan yang diperlukan untuk menghasilkan
ekstingsi sempurna. Pendekatan pertama adalah dengan postulat 16, yang
menerjemahkan potensi eksitatoris secara langsung sebagai percobaan langsung ke
arah ekstingsi. Pendekatan kedua melalui postulat sembilan dengan menghitung
jumlah inhibisi reaktif untuk mengurangi potensi eksitatoris. Pendekatan ketiga
adalah dengan mengamati postulat 7 bahwa ketika jumlah imbalannya nol, nilai K
juga nol, yang kemudian membuat potensi eksitatorisnya nol, gerlepas dari
nilai-nilai variabel perantara lainnya. Akan terbukti bahwa jawaban yang
dihasilkan dari ketiga pendekatan ini memang pasti namun saling berlawanan.
Dengan demikian kita bisa memperoleh tiga jawaban yang berbeda atas pertanyaan
yang sama tersebut, bergantung pada postulat yang akan kita ambil untuk
memunculkan teorema mengenai ekstingsi (Winfred F.Hill,2011:89).
2.3 Pengertian Pendidikan Jasmani dan Prinsip-prinsip Pendidikan Jasmani
2.3.1
Pengertian Pendidikan Jasmani
Pendidikan
jasmani adalah sebuah aspek dari proses pendidikan keseluruhan yang menggunakan
doronngan aktivitas untuk mengembangkan fitness, organik, kontro
neuro-muscular, kekuatan, intelektual dan kontrol emosi J.B Nash (dalam Yusuf
Adisasmita,1989:2).
Sedangkan menurut Adul Kadir Ateng (1989:1) pendidikan jasmani
dilakukan dengan sarana jasmani, yakni aktivitas jasmani yang pada umumnya
(meskipun tidak selalu) dilakukan dengan tempo yang cukup tinggi dan terutama
gerakan-gerakan besar ketangkasan dan keterampilan, yang tidak terlalu tepat,
terlalu halus dan sempurna atau berkualitas tinggi, agar diperoleh manfaat bagi
anak-anak didik. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
jasmani merupakan pendidikan yang menggabungkan seluruh aspek kognitif, psikomotor
dan afektif melalui sarana jasmani.
2.3.2
Prinsip-prinsip Pendidikan
Jasmani
Prinsip-prinsip
pendidikan jasmani adalah dasar-dasar peraturan untuk mencapai tujuan
pendidikan jasmani. Dr. Delbert Oberteuffer dari Ohio State University dalam
Yusuf Adisasmita ( 1989:12-13) telah memperkenalkan 10 dasar-dasar yang
seharusnya menjadi pedoman pendidikan jasmani.
1. Pendidikan
jasmani harus merupakan gambaran dari negara, harus merupakan pokok dari
kebudayaan bangsa, dan tidak bertentangan dengan usaha-usaha pencapaian tujuan
hidup bangsa.
2. Pendidikan jasmani harus selalu mengakui
pengetahuan dan membuktikan fakta-fakta tentang organisme manusia.
3. Bahwa dalam semua pendidikan jasmani ada satu
set tujuan, satu dasar penilaian, dan satu kriteria untuk mengukur manfaat
pelaksanaan, bagi kebaikan individu.
4. Bahwa dalam pendidikan jasmani terdapat
potensi besar untuk belajar, untuk menanamkan pantulan fikiran dan untuk
kecerdikan memilih.
5. Bahwa dalam mengajar penilaian pada bidang
moral-etik, harus direncanakan dan mempunyai kepastian jelas bagi keterampilan
tersebut.
6. Dalam pendidikan jasmani lebih banyak ilmu
pengetahuan sosialnya dari pada pengetahuan biologi, sebab hasilnya dapat
diukur dalam hubungan tingkah laku kelompok.
7. Kegiatan-kegaitan dan metode-metode melahirkan
tujuan-tujuan yang memancarkan kesadran lebih mementingkan lahiriah, lebih
disenangi dari pada bakat individual yang mementingkan diri sendiri.
8. Bahwa pendidikan jasmani, jauh dari
unsur-unsur mengasingkan dan memisahkan diri. Kurikulum pendidikan jasmani
harus berisi unsur-unsur serupa atau sama dengan ungkapan perasan seni yang
lain.
9. Pendidikan jasmani sebagai profesi berdiri
kuat di ats kaki sendiri berdasarkan ilmu pengetahuan, kebudayaan masyarakat
bangsa dan berkewajiban bukan terhadap kelompok yang lain, tetapi siap
bekerjasama dengan profesi yang lain untuk kebaikan manusia.
10. Pendidikan jasmani yang terutama diinginkan
adalah kualitas kepemimpinan yang tinggi seperti profesi-profesi yang lain.
2.4
Nilai-nilai Dalam Pendidikan Jasmani
Keunggulan lain dari
pendidikan jasmani menurut Dr. David K. Brace dalam Yusuf Adisasmita (
1989:12-13) adalah sepertio di bawah ini:
1. Pengetahuan tentang status kesehatan
seseorang.
2. Pengetahuan tentang ketangkasan dan
keterbatasan fisik seseorang dan bagaimana menyelaraskan.
3. Keyakinan terhadap prestasi motor skill
dan body mekanik dan aktivitas hidup.
4. Penyesuain diri terhadap tuntutan dan
keinginan kelompok dalam menerima tugasyang ditentukan kelompok.
5. Paham dan hormat terhadap fair play dan
terhadap pertimbangan kelemahan atau hasil yang berlawanan.
6. Hormat terdapad kekuasaan yang telah
dilimpahkan kepada kapten team, panitia perlombaan, pelatih atau kepala
sekolah.
7. Orang dewasa dapat berpartisipasi dalam
keterampilan, pengetahuan, dan perhatian terhadap beberapa olahraga rekreasi.
8. Mengerti terdapap maksud dan kependidikan dari
nilai-nilai fisik pendidikan jasmani.
9. Suatu kondisi optimal dari kesegaran jasmani
dalam hal kekuatan, kecepatan, kelincahan dan daya tahan.
10. Suatu cadangan apresiasi dan kebutuhan program
bagi masyarakat untuk memelihara kesehatan dan kesegaran manusia.
11. Pengalaman dalam pendidikan bersama terhadap
kegiatan rekreasi yang bersifat aktif dan setengah aktif.
12. Pengetahuan dan keterampilan dalam bentuk
latihan-latihan fisik, seperti gerak badan di rumah yang dapat dipakai untuk
memelihara kondisi, bilamana suasana tidak mengizinkan berpartisipasi dalam
rekreasi yang memerlukan kekuatan.
13. Pengetahuan keterampilan mekanis olahraga,
bagaimana cara mempelajari keerampilan yang baru, bagaimana meningkatkan
prestasi.
14. Memahami olahraga sebagai warisan dan
menempatkannya dalam kebudayaan.
15. Pengalaman memimpin teman-teman sebagai kapten
team, pencatat waktu, manager peralatan, atau pengurus organisasi.
Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan jasmani memiliki
nilai yang lengkap yaitu nilai intelektual, neouromuscular, sosial
budaya, dan keindahan gerak tubuh melalui kativitas tertentu.
2.5 Tujuan Pendidikan Jasmani
Setiap mata pelajaran dalam suatu sekolah
tentu mempunyai tujuan tanpa terkecuali pendidikan jasmani. Menurut Yusuf
adisasmita (1989:23-30) pendidikan jasmani mempunyai tujuan sebagai beikut:
1. Kesegaran Jasmani
Perbaikan status kesegaran
jasmani siswa adalah merupakan tujuan terpenting dari pendidikan jasmani. Banyak
penelitian yang membuktikan bahwa kesegaran jasmani sangat penting. Kesegaran
jasmni dapat mengukur kemampuan fisik seseorang di bawah pengaruhkegiatan-kegiatan
fisik. Kemampuan ini merupakan gambaran kondisi dari sistem dan organ tubuh.
2. Yang Utama Adalah Manusia
Kesegaran jasmani yang optimum
tidak dapat dikembangkan tanpa memberikan pertimbangan terhadap kesegaran
jasmani, mental dan sosial sebaik perkembangan kebiasaan hidup sehat dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Kebutuhan Emosi
Partisipasi dalam
perlombaan olahraga dapat memenuhi kepuasan kebutuhan beberapa emosi yang
sangat dalam dan sebagai pengekang terhadap perasaan jengkel dan marah.
Perlombaan olahraga dapat dijadikan alat yang terbaik untuk mengajar cara
mengontrol emosi, karena peserta dalam pertandingan olahraga mempunyai motivasi
tinggi untuk menyempurnakan tujuan, yang
untuk sementara merupakan penilaian terbaik karena mereka sering mempunyai
perasaan emosi yang tinggi dengan baik.
4. Perasaan Emosional
Kegiatan
pendidikan jasmani terutama olahraga yang dipertandingkan dalam kompetisi,
melaksanakan bentuk kemasyarakatan yang dapat dierima untuk membebaskan
perasaan marah dan melakukan pertolongan untuk melindungi emosi dan kesehatan
fisik.
5. Kesegaran Sosial
Guru pendidikan
jasmani juga bersangkutan dengan tujuan untuk kesegaran sosial atau masyarakat.
Mereka menyadari hubungan kemasyarakatan dalam olahraga selalu terjadi, maka
olahraga merupakan modal yang baik untuk mencapai tujuan-tujuan kemasyarakatan.
6. Pengembangan Intelektual
Aktivitas
pendidikan jasmani membantu pengembangan mental dengan memungkinkan mahasiswa
belajar mengukur jarak, kecepatan, berat, tenaga, arah dan hubungan tata ruang.
Hubungan kemasyarakatan dalam kegiatan pendidikan jasmani memungkinkan
mahasiswa belajar sesuatu tentang orang lain, bagaimana mereka mengadakan
reaksi terhadap tekanan, penilaian mereka, dan mengontrol tingkat emosi mereka.
7. Persiapan Kebutuhan untuk Masa Depan
Guru pendidikan jasmani tidak
hanya berhubungan dengan kebutuhan siswa sekarang melaikan juga dengan
kebutuhan mereka dimasa depan.
8. Pengembangan Motor Skill
Menurut C.O. Jacson dalam Yusuf
Adisasmita ( 1989:30), dalam pendidikan jasmani ada kemungkinan untuk
memikirkan keterampilan yang berkenaan dengan keterampilan olahraga,
keterampilan menari, keterampilan akrobat, dan sebagainya. Hal tersebut
merupakan tekanan yang tepat, tetapi kita perlu mengerti tentang keterampilan
yang dapat dilakukan dalam hubungan yang lebih luas. Harus mengerti tentang
dasar gerakan badan, cara susunan badan bergerak.
9. Perlindungan Terhadap Kesehatan Mahasiswa
Tujuan dari pendidikan jasmani
adalah untuk memperbaiki dan melindungi kesehatan manusia. Ternyata dalam
mengajar pendidikan jasmani, guru pendidikan jasmani tidak dapat mencurahkan
sebagian besar waktunya untuk mengajar kesehatan secara langsung, tetapi mereka
dapat melaksanakannya ketika ada kesempatan. Penjelasan dapat dilakukan dengan
memperhatikan sikap badan, kebersihan, istirahat yang cukup, pentingnya
latihan, ilmu gizi, tidak merokok dan tidak minum beralkohol.
2.6 Implikasi
Teori Pembelajaran Hull dengan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
Berdasarkan
uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
dalam teorinya ia menggunakan stimulus- respon, kebiasaan, dorongan, motivasi
insentif (incentive motivation),
penguatan, dan reward. Ketika
melaksanakan pembelajaran pendidikan jasmani, stimulus yang dapat menghasilkan
respon ialah stimulus yang mengenai saraf sensoris atau reseptor yang kemudian
menimbulkan impuls yang masuk afferent, yaitu saraf gerak dan dapat
mengaktifkan otot-otot maskuler.
Kebiasaan
merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menerima
stimulus yang kemudian akan diproses menjadi respon. Siswa baru membutuhkan
adaptasi dengan iklim sekolah (hubungan dengan teman sebaya dan hubungan dengan
para guru) untuk mengikuti proses belajar pendidikan jasmani. Setelah
beradaptasi dan guru bisa mengkondisikan suasana belajar, siswa menjadi
terbiasa dalam menerima materi yang diberikan oleh guru sehingga stimulus yang
diberikan guru dapat direspon dengan cepat oleh siswa.
Dorongan
(drive) merupakan keadaan yang
mengaktivasi organisme. Jika siswa mempunyai dorongan dalam dirinya untuk
mengikuti kegiatan belajar pendidikan jasmani maka ia akan mudah untuk merespon
stimulus dari guru. Dorongan dapat dibedakan menjadi dua yaitu, dorongan
negatif dan dorongan positif. Dorongan negatif dapat berupa keletihan akibat
mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga respon siswa terganggu dan siswa
membutuhkan istirahat. Contoh, jika siswa melakukan lempar lembing dan sudah
mengalami ketihan maka hasilnya tidak akan maksimal tetapi setelah istirahat
dan melakukan lemparan lagi maka hasilnya akan lebih baik. Dorongan positif
dapat berupa hadiah atau pujian, hal ini perlu dilakukan oleh guru pendidikan
jasmani untuk meningkatkan dorongan positif dalam mengikuti kegiatan
pembalajaran jasmani.
Motivasi
insentif (incentive motivation)
dipengaruhi oleh besar atau kecilnya reward
(imbalan). Jika imbalan yang diterima besar maka motivasi insentif juga
meningkat. Jadi dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani tidak ada salahnya
jika seorang guru memberikan reward
(imbalan) kepada siswanya untuk meningkatkan motivasi insentif.
Penguatan
merupakan proses dalam jangka panjang. Semua pelajaran jangka panjang membentuk
dan dapat menguatkan kebiasaan. Setiap kali muncul suatu respon dengan adanya
stimulus dan dengan cepat diikuti oleh penguatan, maka kekuatan kebiasaan pada
koneksi stimulus- respon juga meningkat.
Penguatan dapat ditingkatkan jika respon yang dilakukan siswa memuaskan bagi
dirinya. Begitu juga dalam pembelajaran pendidikan jasmani sebaiknya siswa
terus melatih kemampuan yang telah dimilikinya agar stimulus dan respon juga
meningkat. Sebagai contoh dalam melaksanakan lemparan tolak peluru menggunakan
teknik/ gaya ortodok dan siswa tersebut mendapatkan hasil lemparan yang baik
maka siswa tersebut ingin mencoba gaya yang berbeda karena dirinya merasa
tertantang. Dari contoh tersebut seorang guru sebaiknya dapat menyusun rencana
pembelajaran yang dapat memberikan rasa puas terhadap siswa. Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran hendaknya siswa harus menginginkan sesuatu, siswa harus
memperhatikan sesuatu, siswa harus melakukan sesuatu, respon pembelajar harus
membuatnya mendapatkan sesuatu.
3.
Simpulan dan Saran
3.1 Simpulan
Teori
Hull adalah teori yang menggunakan stimulus- respon, kebiasaan,
dorongan, motivasi insentif (incentive
motivation), penguatan, dan reward.
Kelebihan teori Hull adalah postulat-postulatnya
bisa digunakan untuk menghitung secara teliti suatu variabel dengan variabel
lainnya. Sedangkan kekurangannya adalah diantaranya -0,0305 dalam persamaan
untuk kekuatan kebiasaan, secara umum didasarkan atas hasil eksperimen tunggal.
Hull mempunyai pendapat bahwa mungkin nilai angka dalam persamaan ini berbeda
dari setiap individu. Pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang
menggabungkan seluruh aspek kognitif, psikomotor dan afektif melalui sarana
jasmani. Pendidikan jasmani mempunyai sepuluh prinsip. Pendidikan jasmani
memiliki nilai yang lengkap yaitu nilai intelektual, neouromuscular,
sosial budaya, dan keindahan gerak tubuh melalui kativitas tertentu. Tujuan
pendidikan jasmani adalah kesegaran jasmani, yang utama adalah manusia,
kebutuhan emosi, perasaan emosional, kesegaran sosial, pengembangan
intelektual, persiapan kebutuhan untuka masa depan, pengembangan motor skill,
perlindungan terhadap kesehatan mahasiswa. Berdasarkan penjelasan di atas maka
teori Hull dapat di implementasikan pada proses pembelajaran pendidikan
jasmani.
3.2 Saran
Setiap
teori pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri untuk itu sebaiknya
guru memilih teori pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik
peserta didik. Untuk siswa agar meningkatkan motivasi dalam pembelajaran untuk
mendapatkan hasil yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Yusuf. 1989. Hakikat, Filsafat
dan Peranan Pendidikan Jasamani dalam Masyarakat. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Darikuntukbk.blogspot.co.id/2012.04/teori
pembelajaran- clark hull.diakses 14 September 2015.
Hill,
Winfred F.. 2011. Theories of Learning.
Cetakan V, M. Khozim. Nusa Media. Bandung.
Teori
belajar leonard Hull, http://psikologibelajarhull.blogspot.co.id, diposkan 2nd
February 2012 oleh wasy wh.
diakses 14 September 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar