Senin, 07 Desember 2015

Teori Hull dan Implementasi dalam Pembelajaran Penjaskes

TEORI HULL
(Implementasi Teori Hull Terhadap Pembelajaran Pendidikan Jasmani)

Eko Nopiyanto, Yahya
PPs UNY, Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak
Makalah ini mempunyai tujuan untuk mengetahui implementasi teori Hull terhadap pembelajaran pendidikan jasmani. Makalah ini disusun berdasarkan beberapa buku referensi maupun media elektronik khususnya internet. Teori mempunyai kelebihan dan kekurangan. Teori Hull adalah teori yang menggunakan stimulus-respon, kebiasaan, dorongan, motivasi insentif (incentive motivation), penguatan, dan reward.
Kelebihan teori Hull adalah postulat-postulatnya bisa digunakan untuk menghitung secara teliti suatu variabel dengan variabel lainnya. Sedangkan kekurangannya adalah diantaranya -0,0305 dalam persamaan untuk kekuatan kebiasaan, secara umum didasarkan atas hasil eksperimen tunggal. Hull mempunyai pendapat bahwa mungkin nilai angka dalam persamaan ini berbeda dari setiap individu. 
Pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang menggabungkan seluruh aspek kognitif, psikomotor dan afektif melalui sarana jasmani. Pendidikan jasmani mempunyai sepuluh prinsip. Pendidikan jasmani memiliki nilai yang lengkap yaitu nilai intelektual, neouromuscular, sosial budaya, dan keindahan gerak tubuh melalui kativitas tertentu. Tujuan pendidikan jasmani adalah kesegaran jasmani, yang utama adalah manusia, kebutuhan emosi, perasaan emosional, kesegaran sosial, pengembangan intelektual, persiapan kebutuhan untuk masa depan, pengembangan motor skill, perlindungan terhadap kesehatan mahasiswa. Berdasarkan penjelasan di atas maka teori Hull dapat di implementasikan pada proses pembelajaran pendidikan jasmani.
Kata kunci: teori Hull, implementasi dalam penjas.

1.    Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
       Dunia pendidikan erat kaitannya dengan teori pembelajaran karena teori merupakan hasil pemikiran dan penelitian dari para ahli. Dengan adanya suatu teori dapat membimbing kita untuk mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah lalu mencoba untuk menyelesaikan masalah dengan cara logis dan empiris. Salah satu ahli yang berkontribusi dalam dunia pendidikan adalah Hull. Dalam konsepnya banyak menggunakan postulat-postulat untuk membentuk teori. Postulat-postulatnya merupakan pendapat mengenai berbagai sudut perilaku. Setelah postulat ditetapkan maka terbentuk teorema yang harus dibuktikan melalui cara berpikir logis yang dikombinasikan dengan postulat lainnya.
           Teori Hull dapat diterapkan dalam dunia pendidikan, sebagai contoh seorang guru mempunyai siswa IQ tinggi, tinggi badan yang ideal dan mempunyai keterampilan dasar olahraga yang baik tetapi dalam pengambilan nilai disetiap ujian nilainya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dari kasus ini guru dapat menerapkan cara pandang yang digunakan oleh Hull yaitu menetapkan postulat-postulat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Misal guru mempunyai postulat terhadap siswanya yaitu takut akan kompetisi yang dihadapi sehingga membuat dirinya semakin tertekan. Guru dapat melakukan eksperimen untuk membuktikan postulat yang ditetapkan. Jika setiap eksperimen siswa melakukan seperti yang telah diprediksi maka penilaian guru terhadap siswa tersebut tepat.
       Dalam makalah ini penulis ingin membahas tentang implikasi dari teori Hull terhadap Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Alasan penulis ingin membahas tentang implikasi ini adalah ingin mengetahui bagaimana implikasi teori Hull dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
                Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1.    Bagaimana penjelasan mengenai teori Hull?
2.    Apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan sistem Hull?
3.    Apa pengertian dan prinsip-prinsip pendidikan jasmani?
4.    Apa nilai-nilai pendidikan jasmani dan kesehatan?
5.    Tujuan pendidikan jasmani?
6.    Bagaimana implikasi teori pembelajaran Hull dengan pendidikan jasmani?
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah
                 Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.    Penjelasan teori Hull.
2.    Kekuatan dan kelemahan sistem Hull.
3.    Pengertian dan prinsip-prinsip pendidikan jasmani.
4.    Nilai- nilai pendidikan jasmani.
5.    Tujuan pendidikan jasmani.
6.    Implikasi teori pembelajaran Hull dengan pendidikan jasmani dan kesehatan.

2.    Pembahasan
2.1    Penjelasan teori Hull
Hull membuat postulat-postulat dalam teorinya dan bereksperimen untuk membuktikan postulat tersebut. Hull mengembangkan sebuah sistem untuk memprediksi variabel-variabel dependen dan independen. Hull membuat variabel-variabel perantaranya menjadi skema prediksi empat tahap ( Theories of Learning, 2011:79). Tahap pertama terdiri dari variabel independen sebagai titik tolak prediksi, tahap kedua dan ketiga terdiri dari variabel perantara sebagai penghubung, tahap keempat terdiri dari variabel-variabel yang akan diprediksi.
Varibel-variabel independen adalah segala bentuk yang bisa langsung dimanipulasi oleh seorang penguji. Sebagian variabel independen mengacu pada stimulasi yang diterima subjek pada suatu ketika, seperti jumlah waktu yang diperlukan subjek untuk mempelajari respon sebelumnya atau kadar imbalan yang terakhir di terima melalui respon tersebut.
Tahap analisis yang kedua adalah memunculkan variabel-variabel perantara. Ini merupakan keadaan hipotesis organisme yang tidak bisa diamati namun hanya dianggap dikontrol oleh variabel-variabel independen. Dua yang paling menonjol adalah kekuatan kebiasaan dan dorongan. Kekuatan kebiasaan (habit strenght) adalah kekuatan hubungan yang dipelajari antara satu atau beberapa indikator dan sebuah respon. Dorongan (drive) keadaan yang mengaktivasi organisme.
Kekuatan kebiasaan merupakan kekuatan koneksi yang menghubungkan suatu stimulus dengan suatu respon. Kekuatan kebiasaan disingkat S H R (diucapkan SHR), H berarti kebiasaan (habit) dan huruf S berarti stimulus dan R respon yang dihubungkan dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan hubungan permanen, bisa meningkat tetapi tidak menurun kekuatannya. Semua pelajaran jangka panjang membentuk dan dapat menguatkan kebiasaan. Setiap kali muncul suatu respon dengan adanya stimulus dan dengan cepat diikuti oleh penguatan, maka kekuatan kebiasaan pada koneksi stimulus-  respon juga meningkat. Hull juga mengatakan semua penguatan mengakibatkan berkurangnya kekuatan sebuah dorongan.
Dorongan adalah keadaan sementara pada organisme, yang dihasilkan oleh tidak adanya sesuatu yang dibutuhkan tubuh atau oleh adanya stimulasi yang menyakitkan. Dorongan memiliki dua fungsi yang berbeda. Pada satu sisi, setiap kondisi dorongan seperti lapar atau haus akan berfungsi menghasilkan stimulus dorongan yang kuat dan khas. Stimulus ini menunjukkan bahwa kebutuhan tertentu akan menyebabkan tubuh menderita. Fungsi dorongan yang kedua untuk mengaktivasi. Semua kondisi dorongan bergabung membentuk level dorongan total pada organisme.
Lebih lanjut Hull menyatakan bahwa kadar imbalan sebagai satu aspek penguat (Theories of Learning, 2011:82). Semakin besar imbalan yang akan diterima maka seseoarang akan bekerja keras. Namun dalam perkembangannya teori ini terbukti kurang memuaskan. Eksperimen-eksperimen menunjukkan bahwa perubahan kadar imbalan akan menghasilkan perubahan cepat pada level kinerja, lebih cepat jika dibandingkan dengan lambatnya pertumbuhan kekuatan kebiasaan. Pada teori berikutnya selain kekuatan kebiasaan dan dorongan, ia menambahkan motivasi insentif (incentive motivation, disingkat K). Besarnya imbalan dalam teori baru hanya mempengaruhi K, bukan kekuatan kebiasaan. Ketika imbalan ditingkatkan maka K meningkat dan ketika imbalan diturunkan, K juga menurun. Sebagai contoh untuk meningkatkan produktivitas karyawan kita menawarkan bayaran yang lebih banyak dari produk yang dihasilkan ( menaikan K), perlu waktu lama untuk meningkatkan produktivitas mereka bila kita melatih untuk menguasai metode kerja yang labih baik (menaikan kekuatan kebiasaan).
Tiga variabel perantara : S H R, D, K bersama-sama menghasilkan variabel perantaran lainnya, yang menjadi analisis tahap ketiga. Variabel perantara ini disebut potensi eksitatoris (excitatory potential) dan menunjuk kecenderungan total untuk membuat respon tertentu terhadap stimulus tertentu. Potensi eksitoris disingkat S E R , yang berlaku sesuai dengan prinsip S H R . Potensi eksitatoris sama dengan yang dihasilkan oleh ketiga variabel perantara lainnya: S E R S H R x D x K. Persamaan ini mengandung arti bahwa kecenderungan untuk membuat respon tertentu terhadap stimulus tertentu bergantung pada kebiasaan yang dibangun melalui praktik yang dikuatkan (S H R ) dan juga pada faktor motivasi, satu berupa keadaan internal dan eksternal (K).
Tahap keempat dalam analisis Hull terdiri atas variabel-variabel dependen yang dapat diukur dan diamati. Hull menghubungkan tiga diantara variabel ini dengan potensi eksitatoris (S E R ): (1) amplitudo atau kadar respon (2) kecepatan respon dan (3) jumlah total respon yang akan terjadi setelah penguatan dihilangkan dan sebelum ekstingsi selesai. Setelah membagi empat konsep sederhana Hull mengajukan 16 postulat (teori belajar leonard Hull, http://psikologibelajarhull.blogspot.co.id, diposkan 2nd February 2012 oleh wasy wh diakses 14 september 2015). Berikut adalah 16 postulat yang diajukan.
1.       Tanda-tanda luar yang mendorong atau membimbing tingkah laku dan representasi neuralnya atau saraf.
Postulat 1: Impuls saraf afferent dan bekas lanjutannya. Jika suatu perangsang mengenai reseptor, maka timbullah impuls saraf afferent dengan cepat mencapai puncak intensitasnya dan kemudian berkurang secara berangsur-angsur. Sesaat saraf afferent berisi impuls dan diteruskan kepada saraf sentral dalam beberapa detik dan seterusnya timbul respon. S-R diubah menjadi S-s-R atau S-s-r-R. Simbol s adalah impuls atau stimulus trace dalam saraf sensoris, dan simbol r adalah impuls respon yang masih dalam saraf afferent.
Postulat 2: Interaksi saraf afferent.
Impuls dalam suatu saraf afferent dapat diteruskan ke satu atau lebih saraf afferent lainnya. R timbul tidak hanya karena satu stimulus, tetapi lebih dari satu S yang lalu terjadi kombinasi berbagai stimulus. Rumusnya akan berubah menjadi S-r-R.
2.      Respon terhadap kebutuhan, hadiah dan kekuatan kebiasaan.
Postulat 3: Respon-respon bawaan terhadap kebutuhan (tingkah laku yang tidak dipelajari).
Sejak lahir organisme mempunyai hierarki respon penentu kebutuhannya yang timbul karena ada rangsangan-rangsangan dan dorongan. Respon terhadap kebutuhan tertentu bukan merupakan respon pilihan secara random, tetapi respon yang memang ditentukan oleh kebutuhannya, misalnya mata kena debu maka secara otomatis mata berkedip dan keluar air mata. Jika pola respons bawaan pertama tidak memenuhi kebutuhan, maka akan muncul pola lainnya. Jika tidak ada satupun pola-pola perilaku bawaan itu yang efektif dalam memenuhi kebutuhan, maka organisme harus mempelajari pola respons baru.
Postulat 4: Hadiah dan kekuatan kebiasaan; kontiguitas dan reduksi dorongan sebagai kondisi-kondisi untuk belajar.
Kekuatan kebiasaan akan bertambah jika kegiatan-kegiatan reseptor dan efektor terjadi dalam persamaan waktu yang menyebabkan hubungan kontiguitif dengan hadiah pertama dan hadiah kedua. Jika satu stimulus diikuti dengan satu respons yang kemudian diikuti dengan penguatan, maka asosiasi antara stimulus dan respons itu akan semakin kuat yang disebut dengan habit strength (kekuatan kebiasaan) [SHR]. Rumusan matematis yang mendeskripsikan hubungan antara SHdan jumlah pasangan S dan R yang diperkuat adalah :
SHR = 1 – 10 -0.0305N
N adalah jumlah pemasangan antara S dan R yag diperkuat. Rumusan ini menghasilkan kurva belajar yang terakselerasi secara negatif, yang berarti bahwa pasangan yang lebih dahulu diperkuat memiliki lebih banyak efek terhadap belajar ketimbang pasangan selanjutnya.
     3.  Stimulus pengganti (ekuaivalen)
Postulat 5: Generalisasi (penyamarataan).
Kekuatan kebiasaan yang efektif timbul karena stimulus lain daripada stimulus pertama yang menjadi persyaratan bergantung kepada penindakan stimulus kedua dari yang pertama dalam kesatuan yang terus menerus dari ambang perbedaan, dengan kata lain yang ingin dibentuk merupakan hasil rata-rata persyaratan stimulus berikutnya. Generalisasi stimulus ini juga mengindikasikan bahwa pengalaman sebelumnya akan mempengaruhi proses belajar yang sekarang. Hull menyebutnya sebagai generalized habit strength (kekuatan kebiasaan yang digeneralisasikan).
      4.  Dorongan-dorongan sebagai akitivator respon.
Postulat 6: Stimulus dorongan.
Hubungan dengan tiap-tiap dorongan adalah stimulus dorongan karakteristik yang intensitasnya meningkat dengan kekuatan dorongan. Contohnya bibir dan tenggorokan kering  yang mengiringi dorongan haus.
Postulat 7: Potensi reaksi yang ditimbulkan oleh dorongan.
Kekuatan kebiasaan disintesiskan kedalam potensi reaksi dengan dorongan-dorongan primer yang timbul pada saat tertentu. Rumusannya adalah :
Potensi reaksi = SER = SHR x D
Jadi, potensi reaksi adalah fungsi dari seberapa sering respons diperkuat dalam situasi itu dan sejauh mana dorongannya ada.
      5.  Faktor-faktor yang melawan respon-respon.
Postulat 8: Pengekangan reaksi
Respon memerlukan kerja, dan kerja menyebabkan keletihan yang pada akhirnya akan menghambat respons. Reactive inhibiton (hambatan reaktif) [IR] disebabkan kelelahan, tetapi secara otomatis akan hilang jika organisme berhenti beraktivitas.
Timbulnya suatu reaksi menyebabkan pengekangan reaksi yang lain. Suatu kejemuan untuk mengulangi respon. Pengekangan reaksi adalah penghamburan waktu yang spontan.
Postulat 9: Pengekangan yang dikondisikan (diisyaratkan).
Stimuli yang dihubungkan dengan penghentian respon menjadi pengekangan yang dikondisikan. Respon untuk tidak merespon dinamakan conditioned inhibition (SIR) (hambatan yang dikondisikan). Baik itu IR maupun SIberoperasi melawan munculnya respons yang telah dipelajari dan karenanya merupakan pengurangan dari potensi reaksi (SER). Ketika IR dan SIdikurangkan dari SER, hasilnya adalah potensi reaksi efektif (SER).
Potensi reaksi efektif = SER = SHR x D – (IRSIR)
Postulat 10: Osilasi pengekangan.
Potensial pengekangan dihubungkan dengan potensial reaksi yang bergoyang terus menerus pada waktu itu. Potensi penghambat itu dinamakan efek guncangan (SOR) yang membahas sifat probabilistik dan prediksi perilaku.
Potensi reaksi efektif sementara = SER = (SHR x D – [IR + SIR]) - SOR
     6. Bangkitnya respon.
Postulat 11: Reaksi ambang perangsang.
Potensi reaksi efektif yang momentum harus melampaui reaksi ambang perangsang sebelum stimulus membangkitkan reaksi.
Postulat 12: Kemungkinan reaksi diatas ambang perangsang.
Kemungkinan respon adalah fungsi normal dari potensi reaksi efektif melampaui reaksi ambang perangsang.
Postulat 13: Latensi (keadaan diam atau berhenti).
Latensi [STR] adalah waktu antara presentasi stimulus ke organisme dan respon yang dipelajarinya. Makin potensi reaksi efektif melampaui reaksi ambang perangsang makin pendek latensi respon, artinya respon makin cepat timbul.
Postulat 14: Hambatan berhenti (ekstingsi).
Makin besar potensi reaksi efektif, makin besar respon yang timbul tanpa perkuatan, sebelum berhenti atau ekstingsi.
Postulat 15: Amplitudo respon (besarnya respon).
Besarnya dorongan dilantari atau disebabkan oleh peningkatan kekuatan potensi efektif reaksi dalam sistem saraf otonom.
Postulat 16: Respon-respon yang bertentangan.
Jika potensi-potensi reaksi kepada dua atau lebih respon-respon yang bertentangan terjadi dalam organisme pada waktu yang sama, maka hanya reaksi yang mempunyai potensi reaksi yang lebih besar akan terjadi responnya. 
            Miller dan Dollard (1941 dalam darikuntukbk.blogspot.co.id/2012.04/teori pembelajaran- clark hull) meringkas aplikasi teori Hull untuk pendidikan sebagai berikut: Drive : pembelajar harus menginginkan sesuatu, Cue: pembelajar harus memperhatikan sesuatu, Response: pembelajar harus melakukan sesuatu, Reinforcement: respon pembelajar harus membuatnya mendapatkan sesuatu.
2.2 Kelebihan dan Kekurangan Teori Hull
       Setiap teori yang dikonsep oleh para ahli memiliki kelebihan dan kekurangan. Hull berpandangan bahwa teorinya memilki arti penting bukan terutama karena variabel-variabel perantara yang termuat di dalamnya melainkan karena segi penghitungannya yang bersifat akurat dan pasti (Winfred F. Hill, 2011:87). Postulat-postulatnya bisa digunakan untuk menghitung secara teliti suatu variabel dengan variabel lainnya. Contoh, postulat mengenai pembentukan kebiasaan memuat persamaan S H R = 1-10-0.0305N , N adalah jumlah total penguatan. Dengan persamaan ini bisa mengetahui secara pasti level kekuatan kebiasaan untuk jumlah penguatan tertentu.Terdapat kekurangan dalam teori ini diantaranya -0,0305 dalam persamaan untuk kekuatan kebiasaan, secara umum didasarkan atas hasil eksperimen tunggal. Hull mempunyai pendapat bahwa mungkin nilai angka dalam persamaan ini berbeda dari setiap individu. Selain itu, ketika Hull menurunkan teorema-teorema dari pustulat-postulatnya, dalam persamaannya terkadang ia menggunakan nilai berbeda dari yang diberikan dalam postulat.
Diandaikan kita ingin mengetahui berapa banyak percobaan lebih lanjut tanpa penguatan yang diperlukan untuk menghasilkan ekstingsi sempurna. Pendekatan pertama adalah dengan postulat 16, yang menerjemahkan potensi eksitatoris secara langsung sebagai percobaan langsung ke arah ekstingsi. Pendekatan kedua melalui postulat sembilan dengan menghitung jumlah inhibisi reaktif untuk mengurangi potensi eksitatoris. Pendekatan ketiga adalah dengan mengamati postulat 7 bahwa ketika jumlah imbalannya nol, nilai K juga nol, yang kemudian membuat potensi eksitatorisnya nol, gerlepas dari nilai-nilai variabel perantara lainnya. Akan terbukti bahwa jawaban yang dihasilkan dari ketiga pendekatan ini memang pasti namun saling berlawanan. Dengan demikian kita bisa memperoleh tiga jawaban yang berbeda atas pertanyaan yang sama tersebut, bergantung pada postulat yang akan kita ambil untuk memunculkan teorema mengenai ekstingsi (Winfred F.Hill,2011:89).
2.3  Pengertian Pendidikan Jasmani dan Prinsip-prinsip Pendidikan Jasmani
2.3.1 Pengertian Pendidikan Jasmani
     Pendidikan jasmani adalah sebuah aspek dari proses pendidikan keseluruhan yang menggunakan doronngan aktivitas untuk mengembangkan fitness, organik, kontro neuro-muscular, kekuatan, intelektual dan kontrol emosi J.B Nash (dalam Yusuf Adisasmita,1989:2).  
Sedangkan menurut Adul Kadir Ateng (1989:1) pendidikan jasmani dilakukan dengan sarana jasmani, yakni aktivitas jasmani yang pada umumnya (meskipun tidak selalu) dilakukan dengan tempo yang cukup tinggi dan terutama gerakan-gerakan besar ketangkasan dan keterampilan, yang tidak terlalu tepat, terlalu halus dan sempurna atau berkualitas tinggi, agar diperoleh manfaat bagi anak-anak didik. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang menggabungkan seluruh aspek kognitif, psikomotor dan afektif melalui sarana jasmani.
2.3.2        Prinsip-prinsip Pendidikan Jasmani
                 Prinsip-prinsip pendidikan jasmani adalah dasar-dasar peraturan untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani. Dr. Delbert Oberteuffer dari Ohio State University dalam Yusuf Adisasmita ( 1989:12-13) telah memperkenalkan 10 dasar-dasar yang seharusnya menjadi pedoman pendidikan jasmani.
1.       Pendidikan jasmani harus merupakan gambaran dari negara, harus merupakan pokok dari kebudayaan bangsa, dan tidak bertentangan dengan usaha-usaha pencapaian tujuan hidup bangsa.
2.      Pendidikan jasmani harus selalu mengakui pengetahuan dan membuktikan fakta-fakta tentang organisme manusia.
3.      Bahwa dalam semua pendidikan jasmani ada satu set tujuan, satu dasar penilaian, dan satu kriteria untuk mengukur manfaat pelaksanaan, bagi kebaikan individu.
4.      Bahwa dalam pendidikan jasmani terdapat potensi besar untuk belajar, untuk menanamkan pantulan fikiran dan untuk kecerdikan memilih.
5.      Bahwa dalam mengajar penilaian pada bidang moral-etik, harus direncanakan dan mempunyai kepastian jelas bagi keterampilan tersebut.
6.      Dalam pendidikan jasmani lebih banyak ilmu pengetahuan sosialnya dari pada pengetahuan biologi, sebab hasilnya dapat diukur dalam hubungan tingkah laku kelompok.
7.      Kegiatan-kegaitan dan metode-metode melahirkan tujuan-tujuan yang memancarkan kesadran lebih mementingkan lahiriah, lebih disenangi dari pada bakat individual yang mementingkan diri sendiri.
8.      Bahwa pendidikan jasmani, jauh dari unsur-unsur mengasingkan dan memisahkan diri. Kurikulum pendidikan jasmani harus berisi unsur-unsur serupa atau sama dengan ungkapan perasan seni yang lain.
9.      Pendidikan jasmani sebagai profesi berdiri kuat di ats kaki sendiri berdasarkan ilmu pengetahuan, kebudayaan masyarakat bangsa dan berkewajiban bukan terhadap kelompok yang lain, tetapi siap bekerjasama dengan profesi yang lain untuk kebaikan manusia.
10.   Pendidikan jasmani yang terutama diinginkan adalah kualitas kepemimpinan yang tinggi seperti profesi-profesi yang lain.
2.4 Nilai-nilai Dalam Pendidikan Jasmani
           Keunggulan lain dari pendidikan jasmani menurut Dr. David K. Brace dalam Yusuf Adisasmita ( 1989:12-13) adalah sepertio di bawah ini:
1.      Pengetahuan tentang status kesehatan seseorang.
2.      Pengetahuan tentang ketangkasan dan keterbatasan fisik seseorang dan bagaimana menyelaraskan.
3.      Keyakinan terhadap prestasi motor skill dan body mekanik dan aktivitas hidup.
4.      Penyesuain diri terhadap tuntutan dan keinginan kelompok dalam menerima tugasyang ditentukan kelompok.
5.      Paham dan hormat terhadap fair play dan terhadap pertimbangan kelemahan atau hasil yang berlawanan.
6.      Hormat terdapad kekuasaan yang telah dilimpahkan kepada kapten team, panitia perlombaan, pelatih atau kepala sekolah.
7.      Orang dewasa dapat berpartisipasi dalam keterampilan, pengetahuan, dan perhatian terhadap beberapa olahraga rekreasi.
8.      Mengerti terdapap maksud dan kependidikan dari nilai-nilai fisik pendidikan jasmani.
9.      Suatu kondisi optimal dari kesegaran jasmani dalam hal kekuatan, kecepatan, kelincahan dan daya tahan.
10.  Suatu cadangan apresiasi dan kebutuhan program bagi masyarakat untuk memelihara kesehatan dan kesegaran manusia.
11.  Pengalaman dalam pendidikan bersama terhadap kegiatan rekreasi yang bersifat aktif dan setengah aktif.
12.  Pengetahuan dan keterampilan dalam bentuk latihan-latihan fisik, seperti gerak badan di rumah yang dapat dipakai untuk memelihara kondisi, bilamana suasana tidak mengizinkan berpartisipasi dalam rekreasi yang memerlukan kekuatan.
13.  Pengetahuan keterampilan mekanis olahraga, bagaimana cara mempelajari keerampilan yang baru, bagaimana meningkatkan prestasi.
14.  Memahami olahraga sebagai warisan dan menempatkannya dalam kebudayaan.
15.  Pengalaman memimpin teman-teman sebagai kapten team, pencatat waktu, manager peralatan, atau pengurus organisasi.
                 Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan jasmani memiliki nilai yang lengkap yaitu nilai intelektual, neouromuscular, sosial budaya, dan keindahan gerak tubuh melalui kativitas tertentu.
2.5 Tujuan Pendidikan Jasmani
                 Setiap mata pelajaran dalam suatu sekolah tentu mempunyai tujuan tanpa terkecuali pendidikan jasmani. Menurut Yusuf adisasmita (1989:23-30) pendidikan jasmani mempunyai tujuan sebagai beikut:
1.      Kesegaran Jasmani
                 Perbaikan status kesegaran jasmani siswa adalah merupakan tujuan terpenting dari pendidikan jasmani. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa kesegaran jasmani sangat penting. Kesegaran jasmni dapat mengukur kemampuan fisik seseorang di bawah pengaruhkegiatan-kegiatan fisik. Kemampuan ini merupakan gambaran kondisi dari sistem dan organ tubuh.
2.      Yang Utama Adalah Manusia
                 Kesegaran jasmani yang optimum tidak dapat dikembangkan tanpa memberikan pertimbangan terhadap kesegaran jasmani, mental dan sosial sebaik perkembangan kebiasaan hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Kebutuhan Emosi
                 Partisipasi dalam perlombaan olahraga dapat memenuhi kepuasan kebutuhan beberapa emosi yang sangat dalam dan sebagai pengekang terhadap perasaan jengkel dan marah. Perlombaan olahraga dapat dijadikan alat yang terbaik untuk mengajar cara mengontrol emosi, karena peserta dalam pertandingan olahraga mempunyai motivasi tinggi untuk menyempurnakan  tujuan, yang untuk sementara merupakan penilaian terbaik karena mereka sering mempunyai perasaan emosi yang tinggi dengan baik.
4.      Perasaan Emosional
                 Kegiatan pendidikan jasmani terutama olahraga yang dipertandingkan dalam kompetisi, melaksanakan bentuk kemasyarakatan yang dapat dierima untuk membebaskan perasaan marah dan melakukan pertolongan untuk melindungi emosi dan kesehatan fisik.
5.      Kesegaran Sosial
                 Guru pendidikan jasmani juga bersangkutan dengan tujuan untuk kesegaran sosial atau masyarakat. Mereka menyadari hubungan kemasyarakatan dalam olahraga selalu terjadi, maka olahraga merupakan modal yang baik untuk mencapai tujuan-tujuan kemasyarakatan.
6.      Pengembangan Intelektual
                 Aktivitas pendidikan jasmani membantu pengembangan mental dengan memungkinkan mahasiswa belajar mengukur jarak, kecepatan, berat, tenaga, arah dan hubungan tata ruang. Hubungan kemasyarakatan dalam kegiatan pendidikan jasmani memungkinkan mahasiswa belajar sesuatu tentang orang lain, bagaimana mereka mengadakan reaksi terhadap tekanan, penilaian mereka, dan mengontrol tingkat emosi mereka.
7.      Persiapan Kebutuhan untuk Masa Depan      
                 Guru pendidikan jasmani tidak hanya berhubungan dengan kebutuhan siswa sekarang melaikan juga dengan kebutuhan mereka dimasa depan.
8.      Pengembangan Motor Skill
                 Menurut C.O. Jacson dalam Yusuf Adisasmita ( 1989:30), dalam pendidikan jasmani ada kemungkinan untuk memikirkan keterampilan yang berkenaan dengan keterampilan olahraga, keterampilan menari, keterampilan akrobat, dan sebagainya. Hal tersebut merupakan tekanan yang tepat, tetapi kita perlu mengerti tentang keterampilan yang dapat dilakukan dalam hubungan yang lebih luas. Harus mengerti tentang dasar gerakan badan, cara susunan badan bergerak.
9.      Perlindungan Terhadap Kesehatan Mahasiswa
                 Tujuan dari pendidikan jasmani adalah untuk memperbaiki dan melindungi kesehatan manusia. Ternyata dalam mengajar pendidikan jasmani, guru pendidikan jasmani tidak dapat mencurahkan sebagian besar waktunya untuk mengajar kesehatan secara langsung, tetapi mereka dapat melaksanakannya ketika ada kesempatan. Penjelasan dapat dilakukan dengan memperhatikan sikap badan, kebersihan, istirahat yang cukup, pentingnya latihan, ilmu gizi, tidak merokok dan tidak minum beralkohol.
2.6 Implikasi Teori Pembelajaran Hull dengan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
                 Berdasarkan  uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa dalam teorinya ia menggunakan stimulus- respon, kebiasaan, dorongan, motivasi insentif (incentive motivation), penguatan, dan reward. Ketika melaksanakan pembelajaran pendidikan jasmani, stimulus yang dapat menghasilkan respon ialah stimulus yang mengenai saraf sensoris atau reseptor yang kemudian menimbulkan impuls yang masuk afferent, yaitu saraf gerak dan dapat mengaktifkan otot-otot maskuler.
                 Kebiasaan merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menerima stimulus yang kemudian akan diproses menjadi respon. Siswa baru membutuhkan adaptasi dengan iklim sekolah (hubungan dengan teman sebaya dan hubungan dengan para guru) untuk mengikuti proses belajar pendidikan jasmani. Setelah beradaptasi dan guru bisa mengkondisikan suasana belajar, siswa menjadi terbiasa dalam menerima materi yang diberikan oleh guru sehingga stimulus yang diberikan guru dapat direspon dengan cepat oleh siswa.
Dorongan (drive) merupakan keadaan yang mengaktivasi organisme. Jika siswa mempunyai dorongan dalam dirinya untuk mengikuti kegiatan belajar pendidikan jasmani maka ia akan mudah untuk merespon stimulus dari guru. Dorongan dapat dibedakan menjadi dua yaitu, dorongan negatif dan dorongan positif. Dorongan negatif dapat berupa keletihan akibat mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga respon siswa terganggu dan siswa membutuhkan istirahat. Contoh, jika siswa melakukan lempar lembing dan sudah mengalami ketihan maka hasilnya tidak akan maksimal tetapi setelah istirahat dan melakukan lemparan lagi maka hasilnya akan lebih baik. Dorongan positif dapat berupa hadiah atau pujian, hal ini perlu dilakukan oleh guru pendidikan jasmani untuk meningkatkan dorongan positif dalam mengikuti kegiatan pembalajaran jasmani.
Motivasi insentif (incentive motivation) dipengaruhi oleh besar atau kecilnya reward (imbalan). Jika imbalan yang diterima besar maka motivasi insentif juga meningkat. Jadi dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani tidak ada salahnya jika seorang guru memberikan reward (imbalan) kepada siswanya untuk meningkatkan motivasi insentif.
Penguatan merupakan proses dalam jangka panjang. Semua pelajaran jangka panjang membentuk dan dapat menguatkan kebiasaan. Setiap kali muncul suatu respon dengan adanya stimulus dan dengan cepat diikuti oleh penguatan, maka kekuatan kebiasaan pada koneksi stimulus-  respon juga meningkat. Penguatan dapat ditingkatkan jika respon yang dilakukan siswa memuaskan bagi dirinya. Begitu juga dalam pembelajaran pendidikan jasmani sebaiknya siswa terus melatih kemampuan yang telah dimilikinya agar stimulus dan respon juga meningkat. Sebagai contoh dalam melaksanakan lemparan tolak peluru menggunakan teknik/ gaya ortodok dan siswa tersebut mendapatkan hasil lemparan yang baik maka siswa tersebut ingin mencoba gaya yang berbeda karena dirinya merasa tertantang. Dari contoh tersebut seorang guru sebaiknya dapat menyusun rencana pembelajaran yang dapat memberikan rasa puas terhadap siswa. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran hendaknya siswa harus menginginkan sesuatu, siswa harus memperhatikan sesuatu, siswa harus melakukan sesuatu, respon pembelajar harus membuatnya mendapatkan sesuatu.
3.      Simpulan dan Saran
3.1 Simpulan
            Teori Hull adalah teori yang menggunakan stimulus- respon, kebiasaan, dorongan, motivasi insentif (incentive motivation), penguatan, dan reward. Kelebihan teori Hull adalah postulat-postulatnya bisa digunakan untuk menghitung secara teliti suatu variabel dengan variabel lainnya. Sedangkan kekurangannya adalah diantaranya -0,0305 dalam persamaan untuk kekuatan kebiasaan, secara umum didasarkan atas hasil eksperimen tunggal. Hull mempunyai pendapat bahwa mungkin nilai angka dalam persamaan ini berbeda dari setiap individu. Pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang menggabungkan seluruh aspek kognitif, psikomotor dan afektif melalui sarana jasmani. Pendidikan jasmani mempunyai sepuluh prinsip. Pendidikan jasmani memiliki nilai yang lengkap yaitu nilai intelektual, neouromuscular, sosial budaya, dan keindahan gerak tubuh melalui kativitas tertentu. Tujuan pendidikan jasmani adalah kesegaran jasmani, yang utama adalah manusia, kebutuhan emosi, perasaan emosional, kesegaran sosial, pengembangan intelektual, persiapan kebutuhan untuka masa depan, pengembangan motor skill, perlindungan terhadap kesehatan mahasiswa. Berdasarkan penjelasan di atas maka teori Hull dapat di implementasikan pada proses pembelajaran pendidikan jasmani.
3.2 Saran
                 Setiap teori pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri untuk itu sebaiknya guru memilih teori pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Untuk siswa agar meningkatkan motivasi dalam pembelajaran untuk mendapatkan hasil yang optimal.

           


DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Yusuf. 1989. Hakikat, Filsafat dan Peranan Pendidikan Jasamani dalam Masyarakat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Darikuntukbk.blogspot.co.id/2012.04/teori pembelajaran- clark hull.diakses 14 September 2015.

Hill, Winfred F.. 2011. Theories of Learning. Cetakan V, M. Khozim. Nusa Media. Bandung.

Teori belajar leonard Hull, http://psikologibelajarhull.blogspot.co.id, diposkan 2nd February 2012 oleh wasy wh. diakses 14 September 2015.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar